Kisah Pengaturan Skor Sepakbola Indonesia
https://kombecks.blogspot.com/2014/10/kisah-pengaturan-skor-sepakbola.html
PSS Sleman dan PSIS Semarang bukanlah klub pertama di Indonesia yang memainkan sepakbola gajah. Sepakbola bahkan pernah dilakukan tim-tim besar negeri ini.
Tahun 1988 terjadi sepakbola gajah di Surabaya. Kala itu tepatnya 21 Februari 1988, Persebaya menjamu Persipura. Rivalitas dengan PSIS, membuat Persebaya menjalankan apa yang mereka akui sebagai strategi dengan "mengalah" 0-12 dari tamunya. Hasil ini membuat sang rival PSIS Semarang gagal lolos ke 6 besar.
Dendam lama, pada final edisi 1988 menjadi pemicu rivalitas ini. Kala itu PSIS tampil sebagai juara setelah mengalahkan Persebaya. Meski dikecam publik, termasuk juga Gubernur Jawa Timur saat itu Wahoho kecewa dengan permainan yang ditunjukan oleh skuad Bajul Ijo.
Usai menyingkirkan PSIS, Persebaya akhirnya tampil sebagai juara setelah mengalahkan Persija Jakarta di partai puncak yang digelar di Senayan.
Pada edisi 1986, terjadi Sepakbola Gajah antara Persib Bandung dan Perseman Manokwari. Akhirnya laga itu berakhir dengan skor 6-0 dan dua tim ini lolos ke final. Perseman Manokwari yang tempil perkasa pada 4 laga sebelumnya tiba-tiba melempem saat menghadapi Persib yang butuh kemenangan besar untuk lolos ke semi-final. Enam gol ini semuanya terjadi pada babak kedua.
Ya, Persib harus menang sebesar-besar nya sekira tak mampu dikejar oleh kemenangan Persija atas PSIS (keesokan harinya diketahui skor 3-0) dan PSMS Medan menghadapi PSM Makaasar (keesokan harinya hasilnya 0-1).
Muncul dugaan, pelatih Perseman Paul Cunming sengaja menurunkan pemain lapis kedua untuk menyingkirkan Persija yang bermain keras terhadap mereka pada laga sebelumnya. Perseman dituding telah berbuat tidak fair dengan sengaja memberikan kemenangan besar buat Persib untuk menutup jalan Persija dan PSMS ke final.
Di babak final Persib kembali bertemu dengan Perseman, Persib akhirnya keluar sebagai juara lewat gol tunggal Djadjang Nurdjaman.
Namun kasus diatas tidak separah yang terjadi belakangan ini, walau tetap termasuk pengaturan skor tapi mengalah lebih terhormat karena yang cetak gol adalah pemain lawan yang juga butuh kemenangan daripada mengalahkan diri sendiri dengan gol bunuh diri.
Apa yang terjadi antara PSS Sleman dengan PSIS Semarang lebih parah lagi. Kedua tim sama-sama tidak ingin menang. Kita bisa bayangkan menonton dua tim yang sama-sama tidak ingin menang atau lebih cendrung ingin kalah?
Yang ada adalah anda akan kesal. Tak hanya itu diakhir pertandingan kita disuguhi 5 gol bunuh diri yang berakhir dengan kemenangan PSS Sleman 3-2. Sejujurnya bagi PSS Sleman ini adalah kekalahan, kemenangan milik PSIS Semarang. Target mereka adalah kalah bukan menang.
Jika ingin menelusuri sepakbola gajah yang mirip dengan pertandingan PSS Sleman dan PSIS Semarang tentu kita akan sangat mudah mengingatnya. Belum terlalu lama, pada Piala Tiger tahun 1998 (kini disebut Piala AFF).
Indonesia dan Thailand sedang bertanding dan sama-sama tidak ingin menang karena menghindari tuan rumah Vietnam. Mursyid Effendi akhirnya menjadi "pahlawan" bagi Indonesia setelah gol bunuh dirinya membuat Indonesia kalah 2-3. Indonesia dan Thailand akhirnya didenda dan Mursyid Effendi dilarang bermain disepakbola internasional seumur hidup.
Benar kata lagu : Sejarah Mungkin Berulang. Namun sejarah buruk seperti ini seharusnya tidak terulang lagi jika sistem yang dibangun tidak memungkinkan itu terjadi.
Tahun 1988 terjadi sepakbola gajah di Surabaya. Kala itu tepatnya 21 Februari 1988, Persebaya menjamu Persipura. Rivalitas dengan PSIS, membuat Persebaya menjalankan apa yang mereka akui sebagai strategi dengan "mengalah" 0-12 dari tamunya. Hasil ini membuat sang rival PSIS Semarang gagal lolos ke 6 besar.
Dendam lama, pada final edisi 1988 menjadi pemicu rivalitas ini. Kala itu PSIS tampil sebagai juara setelah mengalahkan Persebaya. Meski dikecam publik, termasuk juga Gubernur Jawa Timur saat itu Wahoho kecewa dengan permainan yang ditunjukan oleh skuad Bajul Ijo.
Usai menyingkirkan PSIS, Persebaya akhirnya tampil sebagai juara setelah mengalahkan Persija Jakarta di partai puncak yang digelar di Senayan.
Pada edisi 1986, terjadi Sepakbola Gajah antara Persib Bandung dan Perseman Manokwari. Akhirnya laga itu berakhir dengan skor 6-0 dan dua tim ini lolos ke final. Perseman Manokwari yang tempil perkasa pada 4 laga sebelumnya tiba-tiba melempem saat menghadapi Persib yang butuh kemenangan besar untuk lolos ke semi-final. Enam gol ini semuanya terjadi pada babak kedua.
Ya, Persib harus menang sebesar-besar nya sekira tak mampu dikejar oleh kemenangan Persija atas PSIS (keesokan harinya diketahui skor 3-0) dan PSMS Medan menghadapi PSM Makaasar (keesokan harinya hasilnya 0-1).
Muncul dugaan, pelatih Perseman Paul Cunming sengaja menurunkan pemain lapis kedua untuk menyingkirkan Persija yang bermain keras terhadap mereka pada laga sebelumnya. Perseman dituding telah berbuat tidak fair dengan sengaja memberikan kemenangan besar buat Persib untuk menutup jalan Persija dan PSMS ke final.
Di babak final Persib kembali bertemu dengan Perseman, Persib akhirnya keluar sebagai juara lewat gol tunggal Djadjang Nurdjaman.
Namun kasus diatas tidak separah yang terjadi belakangan ini, walau tetap termasuk pengaturan skor tapi mengalah lebih terhormat karena yang cetak gol adalah pemain lawan yang juga butuh kemenangan daripada mengalahkan diri sendiri dengan gol bunuh diri.
Apa yang terjadi antara PSS Sleman dengan PSIS Semarang lebih parah lagi. Kedua tim sama-sama tidak ingin menang. Kita bisa bayangkan menonton dua tim yang sama-sama tidak ingin menang atau lebih cendrung ingin kalah?
Yang ada adalah anda akan kesal. Tak hanya itu diakhir pertandingan kita disuguhi 5 gol bunuh diri yang berakhir dengan kemenangan PSS Sleman 3-2. Sejujurnya bagi PSS Sleman ini adalah kekalahan, kemenangan milik PSIS Semarang. Target mereka adalah kalah bukan menang.
Jika ingin menelusuri sepakbola gajah yang mirip dengan pertandingan PSS Sleman dan PSIS Semarang tentu kita akan sangat mudah mengingatnya. Belum terlalu lama, pada Piala Tiger tahun 1998 (kini disebut Piala AFF).
Indonesia dan Thailand sedang bertanding dan sama-sama tidak ingin menang karena menghindari tuan rumah Vietnam. Mursyid Effendi akhirnya menjadi "pahlawan" bagi Indonesia setelah gol bunuh dirinya membuat Indonesia kalah 2-3. Indonesia dan Thailand akhirnya didenda dan Mursyid Effendi dilarang bermain disepakbola internasional seumur hidup.
Benar kata lagu : Sejarah Mungkin Berulang. Namun sejarah buruk seperti ini seharusnya tidak terulang lagi jika sistem yang dibangun tidak memungkinkan itu terjadi.