Dibalik Timnas Indonesia U-19 Ada Cerita Miris Sepakbola Indonesia
https://kombecks.blogspot.com/2014/07/dibalik-timnas-indonesia-u-19-ada.html
KOMBECKS. Dibalik Timnas Indonesia U-19 Ada Cerita Miris Sepakbola Indonesia. Sejak reformasi yang terjadi di organisasi sepakbola tertinggi di Indonesia, PSSI, pembinaan usia muda kini menjadi lebih intensif dikembangkan.
Bahkan saat ini sudah semakin jelas jenjang pembinaan timnas yang dimulai dari U-12 (Usia dibawah 12 tahun), U-14, U-16, U-19, U-23, dan senior. Meski beberapa timnas terkesan berjalan sendiri dan kurang perhatian namun secara umum sudah lebih baik dari sebelumnya.
Timnas Indonesia U-19 adalah salah satu contoh nyata keberhasilan pembinaan usia muda dan pencarian bakat yang baik. Namun timnas ini sekaligus menjadi contoh timnas yang sempat tidak dianggap sebelum mereka menunjukkan kilaunya.
Pada tahun 2011, pemain-pemain muda usia dibawah 16 tahun (yang saat ini menjadi timnas U-19) sudah terbentuk kerangkanya. Dilatih Indra Sjafri, Indonesia U-16 mengawali perjalanan mereka dengan tersingkir dibabak kualifikasi Piala Asia U-16.
Di klasemen grup Indonesia hanya menempati peringkat ketiga dibawah Thailand dan Australia. Namun ada catatan positif ditorehkan Indonesia dengan menghajar Guam dengan skor 17-0 di Yamaha Stadium, Nonthaburi, pada 17 September 2011 silam. Kemenangan ini menjadi kemenangan terbesar bagi timnas Indonesia.
Inilah awal perjalanan Indra Sjafri blusukan kepelosok daerah untuk menemukan bakat terpendam. Mencari mutiara dan talenta emas yang selama ini belum tersentuh. Hasilnya? setahun kemudian tepatnya di 2012 Indonesia U-16 yang sudah beranjak masuk kelompok umur U-17 tampil sebagai juara HKFA.
Turnamen ini bukanlah turnamen terkenal yang punya nama besar, namun selalu menghadirkan kontestan yang berkualitas. Walaupun sudah juara timnas ini masih belum dianggap oleh PSSI kala itu dan masih tanpa liputan bombastis dari media.
Setahun kemudian dalam kelompok U-19, masih dengan pemain yang tidak jauh berbeda dan masih dilatih Indra Sjafri, Indonesia kembali tampil sebagai juara HKFA 2013. Semua jauh dari hingar bingar sepakbola dalam negeri. Bahkan pemain terbaik turnamen kala itu adalah dari Indonesia.
Sebelum mengikuti AFF U-19 tahun 2013, timnas ini nyaris hancur. PSSI sebagai induk sepakbola Indonesia kembali sibuk menyelesaikan gesekan-gesekan ditubuh sendiri. Dampaknya adalah digantinya pelatih Indonesia U-19. Timnas yang sudah baik ini, rencananya akan diserahkan kepada Luis Manuel Blanco. Pelatih yang tidak jelas prestasi kepelatihannya. Luis Manuel Blanco ditunjuk jadi pelatih Indonesa U-19 setelah sebelumnya batal jadi pelatih tim senior.
Sudah dapat dibayangkan jika saja Luis Manuel Blanco tidak menolak melatih tim junior, Indra Sjafri yang sudah bertahun tahun sejak U-16 hingga U-19 membangun kerangka tim dan sudah menemukan bentuk ideal harus dipecat.
Timnas akan kembali diotak-atik oleh orang yang kemungkinan besar tidak mengetahui sedikitpun skill dan karakter pemain yang ada. Terlebih dia belum punya pengalaman apa-apa melatih pemain Asia Tenggara yang secara fisik sangat berbeda dari negaranya. Untungnya bayangan buruk ini tidak terjadi karena Blanco menolak dan Indra Sjafri urung dipecat.
Indra Sjafri kembali melatih, dan pada tahun 2013 sukses mengantarkan Indonesia menjadi juara Piala AFF U-19. Beberapa bulan kemudian, Indonesia U-19 lolos ke Piala Asia U-19 dengan meyakinkan.
Itulah cerita indah suksesnya pembinaan usia dini yang diusung oleh Indra Sjafri dan jajaran pelatih lainnya. Inilah timnas yang tidak tersentuh oleh konflik kepentingan dan misi-misi politis tertentu.
Dibalik itu ada timnas lain yang juga berprestasi namun hilang entah kemana. Cerita pilu dari timnas U-14 Indonesia yang dilatih oleh Zaenal "Zapello" Abidin. Timnas Indonesia U-14 ini tampil sebagai peringkat kedua Japan-East Asean Football Exchange Programme U-14 Youth Football Festival 2012. Bahkan Indonesia menahan imbang 1-1 tuan rumah Jepang.
Tim yang awalnya dipersiapkan ke Asian Youth Games 2013 akhirnya tidak diakui. Sehingga timnas U-14 yang dikirim ke turnamen usia muda Asia ini lebih banyak dihuni wajah-wajah baru dan tentunya pelatih baru. Timnas yang dilatih Mundary Karya ini kualitasnya sangat meragukan karena saat uji coba sebelum turnamen dipermak SSB lokal dengan skor 11-0.
Beruntung timnas Indonesia lainnya, pada kelompok U-16 bisa tampil sebagai runner-up AFF Youth Championship 2013, namun prestasi ini seharusnya bisa lebih maksimal jika melanjutkan dari kerangka yang sudah ada, yaitu dengan melanjutkan U-14 menjadi U-16 demikian terus secara berjenjang. Indonesia U-14 setahun sebelumnya bisa menahan imbang Jepang loh !
Jika melihat perjalanan timnas U-19 saat ini, kerangka yang tetap dipertahankan setiap jenjang inilah yang menjadi salah satu faktor keberhasilan. Pemain yang baik akan bertahan, yang gagal bersaing akan tersingkir. Tidak boleh ada pemain titipan, setiap pemain harus bersaing secara fair.
Dengan berkumpul sedini mungkin kerja sama tim akan semakin solid begitu juga dengan perkambanan skill individu yang lebih terarah. Dan yang pasti ditangani oleh pelatih yang sama, karena sang pelatih inilah yang lebih tahu dengan perkembangan anak asuhnya setiap tahun.
Saat ini semua mata tertuju pada timnas U-19 dibawah asuhan Indra Sjafri. Dari dulu tak anggap kini telah diakui dan dianggap sebagai hasil kerja keras bersama. Namun, sayang turnamen HKFA yang menjadi cikal bakal terciptanya permainan menawan skuad Garuda Jaya ini sudah tak dianggap oleh Badan Tim Nasional (BTN). Jangan sampai hanya karena terlena kilauan Indonesia U-19 kita lupa bagaimana perjalanan mereka dahulu. Apakah generasi emas ini akan terputus lagi?
Saat ini dengan semakin kondusifnya sepakbola tanah air, semoga kedepannya sepakbola Indonesia semakin maju, terutama dari pembinaan usia dini.
Bahkan saat ini sudah semakin jelas jenjang pembinaan timnas yang dimulai dari U-12 (Usia dibawah 12 tahun), U-14, U-16, U-19, U-23, dan senior. Meski beberapa timnas terkesan berjalan sendiri dan kurang perhatian namun secara umum sudah lebih baik dari sebelumnya.
Timnas Indonesia U-19 adalah salah satu contoh nyata keberhasilan pembinaan usia muda dan pencarian bakat yang baik. Namun timnas ini sekaligus menjadi contoh timnas yang sempat tidak dianggap sebelum mereka menunjukkan kilaunya.
Pada tahun 2011, pemain-pemain muda usia dibawah 16 tahun (yang saat ini menjadi timnas U-19) sudah terbentuk kerangkanya. Dilatih Indra Sjafri, Indonesia U-16 mengawali perjalanan mereka dengan tersingkir dibabak kualifikasi Piala Asia U-16.
Di klasemen grup Indonesia hanya menempati peringkat ketiga dibawah Thailand dan Australia. Namun ada catatan positif ditorehkan Indonesia dengan menghajar Guam dengan skor 17-0 di Yamaha Stadium, Nonthaburi, pada 17 September 2011 silam. Kemenangan ini menjadi kemenangan terbesar bagi timnas Indonesia.
Inilah awal perjalanan Indra Sjafri blusukan kepelosok daerah untuk menemukan bakat terpendam. Mencari mutiara dan talenta emas yang selama ini belum tersentuh. Hasilnya? setahun kemudian tepatnya di 2012 Indonesia U-16 yang sudah beranjak masuk kelompok umur U-17 tampil sebagai juara HKFA.
Turnamen ini bukanlah turnamen terkenal yang punya nama besar, namun selalu menghadirkan kontestan yang berkualitas. Walaupun sudah juara timnas ini masih belum dianggap oleh PSSI kala itu dan masih tanpa liputan bombastis dari media.
Setahun kemudian dalam kelompok U-19, masih dengan pemain yang tidak jauh berbeda dan masih dilatih Indra Sjafri, Indonesia kembali tampil sebagai juara HKFA 2013. Semua jauh dari hingar bingar sepakbola dalam negeri. Bahkan pemain terbaik turnamen kala itu adalah dari Indonesia.
Sebelum mengikuti AFF U-19 tahun 2013, timnas ini nyaris hancur. PSSI sebagai induk sepakbola Indonesia kembali sibuk menyelesaikan gesekan-gesekan ditubuh sendiri. Dampaknya adalah digantinya pelatih Indonesia U-19. Timnas yang sudah baik ini, rencananya akan diserahkan kepada Luis Manuel Blanco. Pelatih yang tidak jelas prestasi kepelatihannya. Luis Manuel Blanco ditunjuk jadi pelatih Indonesa U-19 setelah sebelumnya batal jadi pelatih tim senior.
Sudah dapat dibayangkan jika saja Luis Manuel Blanco tidak menolak melatih tim junior, Indra Sjafri yang sudah bertahun tahun sejak U-16 hingga U-19 membangun kerangka tim dan sudah menemukan bentuk ideal harus dipecat.
Timnas akan kembali diotak-atik oleh orang yang kemungkinan besar tidak mengetahui sedikitpun skill dan karakter pemain yang ada. Terlebih dia belum punya pengalaman apa-apa melatih pemain Asia Tenggara yang secara fisik sangat berbeda dari negaranya. Untungnya bayangan buruk ini tidak terjadi karena Blanco menolak dan Indra Sjafri urung dipecat.
Indra Sjafri kembali melatih, dan pada tahun 2013 sukses mengantarkan Indonesia menjadi juara Piala AFF U-19. Beberapa bulan kemudian, Indonesia U-19 lolos ke Piala Asia U-19 dengan meyakinkan.
Itulah cerita indah suksesnya pembinaan usia dini yang diusung oleh Indra Sjafri dan jajaran pelatih lainnya. Inilah timnas yang tidak tersentuh oleh konflik kepentingan dan misi-misi politis tertentu.
Dibalik itu ada timnas lain yang juga berprestasi namun hilang entah kemana. Cerita pilu dari timnas U-14 Indonesia yang dilatih oleh Zaenal "Zapello" Abidin. Timnas Indonesia U-14 ini tampil sebagai peringkat kedua Japan-East Asean Football Exchange Programme U-14 Youth Football Festival 2012. Bahkan Indonesia menahan imbang 1-1 tuan rumah Jepang.
Tim yang awalnya dipersiapkan ke Asian Youth Games 2013 akhirnya tidak diakui. Sehingga timnas U-14 yang dikirim ke turnamen usia muda Asia ini lebih banyak dihuni wajah-wajah baru dan tentunya pelatih baru. Timnas yang dilatih Mundary Karya ini kualitasnya sangat meragukan karena saat uji coba sebelum turnamen dipermak SSB lokal dengan skor 11-0.
Beruntung timnas Indonesia lainnya, pada kelompok U-16 bisa tampil sebagai runner-up AFF Youth Championship 2013, namun prestasi ini seharusnya bisa lebih maksimal jika melanjutkan dari kerangka yang sudah ada, yaitu dengan melanjutkan U-14 menjadi U-16 demikian terus secara berjenjang. Indonesia U-14 setahun sebelumnya bisa menahan imbang Jepang loh !
Jika melihat perjalanan timnas U-19 saat ini, kerangka yang tetap dipertahankan setiap jenjang inilah yang menjadi salah satu faktor keberhasilan. Pemain yang baik akan bertahan, yang gagal bersaing akan tersingkir. Tidak boleh ada pemain titipan, setiap pemain harus bersaing secara fair.
Dengan berkumpul sedini mungkin kerja sama tim akan semakin solid begitu juga dengan perkambanan skill individu yang lebih terarah. Dan yang pasti ditangani oleh pelatih yang sama, karena sang pelatih inilah yang lebih tahu dengan perkembangan anak asuhnya setiap tahun.
Saat ini semua mata tertuju pada timnas U-19 dibawah asuhan Indra Sjafri. Dari dulu tak anggap kini telah diakui dan dianggap sebagai hasil kerja keras bersama. Namun, sayang turnamen HKFA yang menjadi cikal bakal terciptanya permainan menawan skuad Garuda Jaya ini sudah tak dianggap oleh Badan Tim Nasional (BTN). Jangan sampai hanya karena terlena kilauan Indonesia U-19 kita lupa bagaimana perjalanan mereka dahulu. Apakah generasi emas ini akan terputus lagi?
Saat ini dengan semakin kondusifnya sepakbola tanah air, semoga kedepannya sepakbola Indonesia semakin maju, terutama dari pembinaan usia dini.
Japan-East Asean Football Exchange Programme U-14 Youth Football Festival 2012
Japan-East Asean Football Exchange Programme U-14 Youth Football Festival 201