"Bapak Angkat" Metode Baru Menghisap Dana APBD?
https://kombecks.blogspot.com/2013/11/bapak-angkat-metode-baru-menghisap-dana.html
"Bapak Angkat" Metode Baru Menghisap Dana APBD? Istilah "Bapak Angkat" baru populer pada akhir 2013 ini. Bapak Angkat adalah donatur yang mau membiayai pemain.
Istilah Bapak Angkat menjadi sangat populer saat ketua BTN La Nyalla Matalitti gencar mencarikan Bapak Angkat untuk pemain timnas U-19. Program bapak angkat ini terlihat bagus, selain bisa meringankan beban PSSI dalam membiayai pemain timnas bapak angkat juga sangat menguntungkan bagi klub untuk mengamankan pemain muda buruannya.
Seperti kita ketahui bersama, saat ini pelatih timnas U-19 tidak mengizinkan pemainnya untuk memperkuat klub di liga hingga selesai Piala Asia U-19. Jika klub tidak berburu tanda tangan kontrak sebagai bapak angkat, bisa jadi pemain incaran jatuh ke klub lain.
Namun apa jadinya jika istilah bapak angkat ini digunakan klub dalam menggaji pemain profesional. Jauh sebelum istilah Bapak Angkat booming sudah ada klub yang menggunakan istilah bapak angkat ini dan berencana melanjutkan program Bapak Angkat ini.
Jadi klub tidak perlu lagi pusing memikirkan gaji pemain karena sudah ada donatur yang menanggung gaji pemain tersebut. Jika donaturnya swasta atau orang pribadi? itu sangat bagus. Begitulah klub profesional seharusnya.
Bagaimana jika yang ditarget jadi Bapak Angkat ini ternyata kepala daerah? Kenapa harus mencari kepala daerah untuk jadi bapak angkat? Apakah ini cara baru menyedot APBD untuk membiayai klub?
Menggunakan uang pribadi untuk menggaji pemain yang bisa antara 500 juta hingga 1 M semusim tentu tidak masuk akal. Jika sudah berhubungan dengan kepala daerah dana yang akan dikeluarkan tidak akan jauh dari APBD.
Lalu dari mana kepala daerah ini mendapatkan dana sebanyak itu untuk menggaji "Anak Angkat"-nya? Tentu kembali lagi ke APBD, bisa dianggarkan melalui dana promosi daerah (dengan alasan ingin mempromosikan daerah). Selama ini kepala daerah yang jadi bapak angkat jelas-jelas berusaha mencarikan dana lewat APBD.
Jadi istilah Bapak Angkat bagi kepala daerah ini tak lebih dari hanya sekedar kamuflase dalam mengeluarkan APBD.
Istilah Bapak Angkat menjadi sangat populer saat ketua BTN La Nyalla Matalitti gencar mencarikan Bapak Angkat untuk pemain timnas U-19. Program bapak angkat ini terlihat bagus, selain bisa meringankan beban PSSI dalam membiayai pemain timnas bapak angkat juga sangat menguntungkan bagi klub untuk mengamankan pemain muda buruannya.
Seperti kita ketahui bersama, saat ini pelatih timnas U-19 tidak mengizinkan pemainnya untuk memperkuat klub di liga hingga selesai Piala Asia U-19. Jika klub tidak berburu tanda tangan kontrak sebagai bapak angkat, bisa jadi pemain incaran jatuh ke klub lain.
Namun apa jadinya jika istilah bapak angkat ini digunakan klub dalam menggaji pemain profesional. Jauh sebelum istilah Bapak Angkat booming sudah ada klub yang menggunakan istilah bapak angkat ini dan berencana melanjutkan program Bapak Angkat ini.
Jadi klub tidak perlu lagi pusing memikirkan gaji pemain karena sudah ada donatur yang menanggung gaji pemain tersebut. Jika donaturnya swasta atau orang pribadi? itu sangat bagus. Begitulah klub profesional seharusnya.
Bagaimana jika yang ditarget jadi Bapak Angkat ini ternyata kepala daerah? Kenapa harus mencari kepala daerah untuk jadi bapak angkat? Apakah ini cara baru menyedot APBD untuk membiayai klub?
Menggunakan uang pribadi untuk menggaji pemain yang bisa antara 500 juta hingga 1 M semusim tentu tidak masuk akal. Jika sudah berhubungan dengan kepala daerah dana yang akan dikeluarkan tidak akan jauh dari APBD.
Lalu dari mana kepala daerah ini mendapatkan dana sebanyak itu untuk menggaji "Anak Angkat"-nya? Tentu kembali lagi ke APBD, bisa dianggarkan melalui dana promosi daerah (dengan alasan ingin mempromosikan daerah). Selama ini kepala daerah yang jadi bapak angkat jelas-jelas berusaha mencarikan dana lewat APBD.
Jadi istilah Bapak Angkat bagi kepala daerah ini tak lebih dari hanya sekedar kamuflase dalam mengeluarkan APBD.